Indonesia merupakan Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dengan Pancasila sebagai ideologinya. Pancasila menjadi ideologi NKRI karena relevan dengan kondisi dan perubahan sosial dari masa ke masa. Selain itu, Pancasila tidak menimbulkan kontroversi dalam umat beragama di Indonesia yang dikenal memiliki beragam agama. Namun, walaupun Pancasila sudah dianggap sebagai ideologi yang sah dan tidak menimbulkan kontroversi, Indonesia tetap memiliki konflik ataupun isu agama yang dapat memecah belah persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu konflik yang belum terselesaikan sampai sekarang adalah NII (Negara Islam Indonesia) yang ada di Garut. Gerakan NII memiliki visi menjadikan NKRI sebagai Negara islam dengan jaminan pasti masuk syurga. Hal ini tentu bertentangan dengan Pancasila sebagai ideology bangsa terutama jika dikaitkan dengan sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. NII dinilai melanggar Pancasila karena merusak persatuan bangsa.
Negara Islam
Indonesia (NII) ini memang sudah ada dari dulu sejak tahun 1949, namun dari berbagai pihak seperti MUI (Majelis Ulama Indonesia), Kementrian
Agama, dan lembaga-lembaga lainnya tidak setuju dengan gerakan ini, tetapi
Negara Islam Indonesia (NII) tidak bisa dibubarkan dengan sebegitu mudah,
karena Negara Islam Indonesia (NII) bukan suatu organisasi resmi, maka dari itu
Kementrian agama pun tidak bisa membubarkan gerakan tersebut. Sasaran dari
gerakan ini pun tidak memandang kalangan, dari mulai kalangan pelajar,
mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Baru ini diketahui bahwasannya
seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) dia sudah mengikuti gerakan
tersebut dari kelas satu SMP tanpa diketahui orang tua nya. Betapa mirisnya,
yang seharusnya dimasa seperti itu kita lebih mengenal Pancasila sebagai bentuk
cinta terhadap negara yang dikenal dengan keberagamannya. “45 menit saya tadi menjadi guru dadakan
kepada 20 anak muda/pelajar di Garut yang terpapar doktrin Negara Islam
Indonesia (NII) yang membenci Pancasila dan NKRI” tutur Ridwan Kamil selaku
gubernur Jawa Barat dalam media sosialnya. Ini memang sudah menjadi keresahan
bersama dimana sudah banyak pelajar yang terpapar doktrin tersebut, yang mana
para pelajar ini merupakan individu-individu yang akan menjadi pemimpin
pemimpin di masa depan.
Lalu bagaimana kita sebagai mahasiswa menanggulangi hal tersebut? Mahasiswa sebagai agen perubahan sosial mempunyai tanggungjawab dalam mengatasi permasalahan yang ada di sekitarnya. Dalam menanggapi permasalahan ini mahasiswa dapat mencegah penyebaran gerakan NII melalui hal konkrit seperti membentuk sebuah komunitas ataupun berkolaborasi dengan lembaga-lembaga keagamaan yang resmi seperti MUI yang terdapat di daerah tersebut untuk memberikan edukasi terkait urgensi Pancasila dan sejarah kebangsaan kepada penduduk. Dengan demikian, penduduk akan paham seperti apa komunitas ataupun gerakan yang berbahaya bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga keutuhan NKRI tidakdapat diombang-ambing dengan mudah oleh komunitas-komunitas ataupun gerakan tertentu.
Oleh : Elis Sakinatul Puadah
0 Komentar